Bagaimana kalau dia adalah
seorang reformis idealis? Penelaah urgensi revitalisasi. Aneh… kajian ini belum
pernah masuk tongkrongan saya. Padahal tongkrongan saya terbiasa dengan obrolan-obrolan
kaum cendekiawan menengah ke atas, terutama yang bersentuhan langsung dengan
mereka. Sebagai pelanggan setia yang selalu memesan kopi 8 ribu untuk 8 jam
duduk, saya sering merenung, ternyata masih banyak bahan obrolan yang tidak
tersentuh baik oleh bibir bekas cappuccino ataupun bibir bekas kopi kapal api di
atas kursi plastik Napolly.
Tidak Selalu Tentang Haus Kuasa
Bagaimanapun, seseorang
yang terlihat mengejar sebuah kedudukan sering dinilai sebagai seseorang yang
haus akan kekuasaan. Mereka dianggap sebagai ciri orang yang sejalan dengan
narasi milik Nietzsche dalam Will to Power, bahwa kehendak untuk
berkuasa adalah pendorong dasar manusia untuk bertindak. However, konsep
Will to Power tidak pernah didefinisikan secara sistematis oleh
Nietzsche. Artinya, konsep ini sangat terbuka untuk dibahas dalam perspektif
siapapun. Well, pembahasan tentang “Will to Power” memang sudah
sangat banyak. Jika kamu bertanya pada temanmu itu, dia pasti tahu banyak juga.
Ya, temanmu si profesor saku (dibaca: handphone).
Salah satu pembahasan
yang populer adalah bahwa Will to Power bukanlah sekadar keinginan untuk
mengontrol atau menguasai sesuatu. Maknanya justru merangkul (secara kreatif) definisi
yang filosofis, yaitu penguasaan terhadap diri sendiri (self-mastery),
maka dalam perspektif ini, Will to Power mencakup apresiasi atas sesuatu
yang datang dari dalam (diri sendiri) dan dari luar (lingkungan/kelompok).
Namun menurut sudut pandang ini, untuk mencapai titik kekuasaan atas diri
sendiri maupun atas orang lain diperlukan sebuah pengorbanan. Tapi tak perlu
khawatir, hasilnya akan setimpal dengan apa yang kamu korbankan.
Satu sudut pandang lain
yang cukup mengerikan, sayangnya jauh lebih cocok dengan lafaz Will to Power
dan lebih masuk akal daripada definisi sebelumnya. Bahwa sesungguhnya
“menginginkan kekuasaan” adalah sifat dasar manusia, hal ini tidak dapat
dihindari, sebagaimana seseorang yang lapar dan butuh makanan. Boleh jadi, ada
orang yang membatasi makanannya karena ketidakmampuannya mencapai makanan
(kurang mampu), atau karena rasa cukup, atau karena takut berlebihan, atau
karena ingin diet, atau kemungkinan-kemungkinan lainnya. Maka orang yang tidak memiliki
alasan tersebut dan memutuskan untuk makan sepuas-puasnya, sama saja dengan orang
yang haus akan kekuasaan dan bahkan siap melakukan apapun demi mencapai atau
mempertahankan kekuasaannya. “Loh… berarti memang haus kuasa dong?” Oke… kita
bahas.
Kalau Memang Seseorang itu Menginginkan
Jabatan?
Kepala saya terbiasa
untuk membuat banyak skenario kemungkinan tentang apa yang mungkin ada dalam
hati orang lain atau apa intensi mereka, hal ini sangat membantu saya untuk
berpikir positif tentang orang lain. Faktanya, manusia memang menilai seseorang
dari aksi yang dia lakukan (yang terlihat). Padahal ketika manusia menilai
aksinya sendiri, ia selalu membenarkan aksinya dengan penilaian berdasarkan
intensi (niat) yang hanya diketahui oleh dirinya dan Allah SWT. menurut saya, sah-sah
saja bagi seseorang untuk membenarkan perbuatannya sendiri berdasarkan alasan
atau niat yang ada dalam hatinya (dengan syarat tidak bertentangan dengan Hukum
Allah), tapi jika begitu, ia juga harus menilai seseorang dari intensinya dan
bukan “nge-judge” tanpa tahu alasan seseorang melakukan suatu hal.
Dengan bekal pemikiran itu,
akhirnya saya mendapat cukup banyak kemungkinan intensi seseorang yang
menginginkan sebuah jabatan. Alasan yang mungkin bagi seseorang untuk mengejar
jabatan mungkin cukup banyak, tapi jika saya perlu menulis hal yang paling umum
dan berkaitan dengan lingkungan tempat saya tinggal, mungkin akan saya tulis seperti ini:
Pertama, alasan patriotik,
Kepedulian akan organisasi. Mungkin dia seorang reformis idealis yang menyadari
urgensi revitalisasi pada sebuah organisasi. Atau mungkin dia merasa gelisah
terhadap hal-hal yang seharusnya tidak terjadi di dalam sebuah organisasi dan
merasa bertanggung jawab atas hal tersebut, sehingga ia bertekad untuk
memperbaikinya dan menjadi pemimpin perbaikan tersebut. Atau mungkin saja, ia
memiliki gagasan tentang perubahan yang ingin dia laksanakan dengan sempurna,
sehingga menurutnya, dialah yang perlu memimpin perubahan itu. Anggap saja
paragraf ini adalah kemungkinan paling positif yang bisa saya bayangkan tentang
keinginan untuk berkuasa.
Kedua, Sayangnya bekal
saya dalam memikirkan intensi seseorang (dibaca: overthinking), ternyata
menghasilkan beberapa kemungkinan buruk. Mungkin saja dia menginginkan
kehormatan dan sanjungan. Mungkin juga dia mengejar popularitas, senang menjadi
pusat perhatian dan namanya sering keluar dari mulut orang-orang. Ah… paragraf
ini terpaksa saya masukkan untuk kepentingan keseimbangan informasi, namun hal
ini tidak sesuai dengan tujuan yang saya inginkan ketika orang-orang membaca
tulisan ini. Tapi ya.. sudahlah.
Bagaimana Jika Seseorang Tidak Menginginkan
Jabatan?
Bukan hanya tidak
menginginkan sebuah jabatan, bahkan di miniatur Konoha tempat saya tinggal, ada
yang mati-matian menolak sebuah jabatan padahal sudah dipaksa berulang-ulang
kali. Alasannya sangat masuk akal, bahkan saya tidak bisa menyalahkannya,
karena mungkin saya akan melakukan hal yang sama. Alasan-alasan itu akan saya coba
jabarkan dengan sedikit ditambah bumbu pemikiran dari Narasi si Filsuf British
Bertrand Russel.
Menurut Bertrand Russel,
orang yang kurang cerdas adalah orang yang selalu Over-Convident
(terlalu percaya diri). Hal pertama yang perlu ditekankan adalah kata
“terlalu”, dalam hal ini saya sangat setuju dengannya, bagaimanapun kepercayaan
diri adalah bagian penting dari jati diri manusia. Kepercayaan diri adalah
pendorong utama manusia untuk mengekspresikan dirinya. Namun ketika ia “terlalu”
percaya diri sampai melupakan pertimbangan-pertimbangan lain dalam hidupnya,
maka pada saat itulah masalah besar akan terjadi. Vice versa, paragraf yang
akan datang adalah tentang mempertimbangkan hal-hal lain dalam hidup sebagai
penyeimbang rasa percaya diri.
Bertrand Russel
melanjutkan, bahwa orang-orang cerdas adalah orang-orang yang penuh dengan
pertimbangan dalam hidupnya. Sebagai Informasi tambahan, Bertrand Russel memang
menyampaikan pemikiran ini dalam konteks kepemimpinan, karena dia melihat di dunia
modern, orang yang terpilih menjadi pemimpin seringkali adalah pilihan “yang
jelek”-nya. Hal ini sangat menjelaskan kenapa di tempat saya tinggal,
orang-orang cenderung menjauhi jabatan ketua, karena saya yakin mereka
benar-benar mempertimbangkan banyak hal sebelum mengajukan diri untuk menjadi
ketua. Di antara alasan yang menurut saya memang ada, mungkin karena ia
merasakan kesibukan yang berlebih jika ia menjadi ketua nanti. Atau alasan yang
religius, yaitu tanggung jawab yang besar yang terlalu berat untuk ia
pertanggungjawabkan di Akhirat kelak.
Terus?
Jadi, yang sebetulnya
ingin saya capai dari tulisan ini adalah kesadaran orang-orang cerdas untuk
mengajukan diri sebagai ketua. Pertimbangan yang sangat matang memang sangat
diperlukan, tapi jangan sampai mengurungkan niat untuk mengajukan diri dan
menghilangkan idealisme dalam memajukan organisasi. Jangan sampai pemimpin yang
terpilih justru bukanlah yang terbaik (setidaknya di tempat tersebut). Saya
tidak bilang bahwa pemimpin yang terpilih (tanpa pendaftaran) bukanlah orang yang
tepat untuk menjadi pemimpin, tapi yang mengajukan diri untuk menjadi pemimpin
setidaknya dapat dipastikan adalah orang yang telah mempertimbangakan banyak
hal sebelum akhirnya dia mengajukan diri menjadi pemimpin, ditambah lagi dengan
kesiapannya menjadi pemimpin yang ditandai dengan pengajuan dirinya.
Saya harap jumlah orang yang membaca
tulisan ini sampai selesai tidak lebih dari 5 orang. Kenapa? Ya terserah saya…
sebetulnya saya sedikit khawatir alasan yang saya sampaikan di tulisan ini,
justru menjadi dalil orang-orang untuk tidak mengajukan diri sebagai pemimpin.
Makanya, alih-alih membuat judul yang unik (seperti tulisan-tulisan saya yang
lain) yang harus dibaca keseluruhan tulisan untuk memahami konteks judul, saya justru
membuat judul yang kalau dibaca, orang-orang langsung tahu maksud saya. Semoga
saja orang-orang yang hanya membaca judulnya tetap mendapatkan maksud dari
tulisan ini.
Komentar