Hermeutika
Oleh : Ahmad
Dzahabi
Arti dan Asal muasal
Berasal dari kata yunani hermeneutikos dan bahasa inggris
hermeneutic yang memiliki arti menafsirkan atau interpretasi terhadap sesuatu
untuk mendapatkan arti yang dimaksud.
Asal muasal hermeneutika menurut literature kuno berasal dari mitologi yunani, dimana kala itu
seorang dewa dan sekaligus nabi dari golongan yunani yang bernama hermes
mendapatkan tugas dari ayahnya yang seorang dewa bernama zeus untuk
menyampaikan pesan dari langit kepada manusia. Pesan itu tidak bisa difahami
oleh manusia sehingga hermes perlu menyampaikan penafsiran bahasa langit dengan
menggunakan bahasa bumi.
Penafsiran terhadap teks ini kemudian berkembang dan
diadopsi oleh barat untuk menafsirkan teks bible mereka yang banyak sekali
dijumpai kesalahan dan kebohongan serta pesan pesan yang tidak ilmiah yang sangat
bertentangan dengan akal sehingga mereka merasa perlu untuk mengkritisi dan
melakukan dekonstruksi teks, aplikasi dekonsruksi teks ini tidak lain dan tidak
bukan untuk melakukan pembenahan yang bisa diterima oleh logika manusia.
Namun pada realita yang sudah terjadi rekonstruksi teks
bible itu sendiri masih memiliki cela disana sini dan akibatnya orang eropa pada waktu itu sudah
mulai kehilangan kepercayaan dengan kitab suci mereka.
Bertahun tahun mereka melakukan studi kritis terhadap kitab
suci mereka bahkan mengumpulkan manuskrip kuno dari banyak Negara dengan berbagai bahasa yang bermacam-macam
tetapi justru manuskrip tersebut sedikit sekali yang otentik.
Hermeneutika adalah alat untuk meliberalkan pemikiran, hasil
dari berkembangnya faham liberal yang lahir diawal abad enlighment atau
seringkali disebut juga dengan abad renaisans yang mulai dipelopori oleh
perancis.
Bisa kita simpulkan bahwa muculnya metodologi hermeneutika
ini disebabkan beberarapa problem :
1.
Milieu atau lingkungan
bangsa eropa banyak dipengaruhi pemikiran orang yunani
2.
Munculnya faham sekuler dan
liberal
3.
Keraguan terhadap teks
kitab suci baik yang perjanjian lama maupun yang baru, kalau diperinci sebagai
berikut :
a.
Otentisitas teksnya
b.
Problem bahasa
c.
Problem kandunganya
Pembagian hermeneutika
Hermeneutika ini dibagi menjadi 3 bagian :
1.
Hermeneutika khusus, hermeneutika yang digunakan pada
semua bidang disiplin ilmu pengetahuan, artinya setiap bidang ilmu baik itu
hukum, social dan politik memiliki hermeneutika sendiri-sendiri.
2.
hermeneutika umum,
hermeneutika yang mengedepankan penciptaan metodologi ilmiah dan
kaidah-kaidahnya serta penerapan secara disiplin terhadap kaidah-kaidah tersebut.
3.
Hermeneutika falsafi, yaitu
jenis hermeneutika yang menerapkan pemahaman mendalam secara filosofis terhadap
obyek kajian tanpa mensyaratkan penerapan kaidah-kaidah umum.
hermeutika berkembang mencapai puncaknya pada abad 19 ketika
seorang tokoh filosof ternama friedrich schleirman mengenalkan metodologi baru,
yaitu penggabungan metodologi fonologi/ kebahasaan dan falsafi tanpa pandang
bulu apakah itu teks ilahi atau teks manusiawi.
Orang yang melakukan kajian terhadap teks dengan metode ini
disebut hermenet. Dan seorang hermenet pasti memiliki rasa kecurigaan terhadap
teks dan menyakini bahwa seorang penafsir teks tidak bisa melakukan studi
secara benar-benar obyektif. Dan setiap penafsir tidak bisa keluar dari
pengaruh budaya dimana ia tinggal sehingga penafsir tidak lepas dari sifat subyektifitas.
Tidak ada yang benar-benar mutlak obyektif.
Segitiga hermeneutika
Sgitiga hermeneutika ini terdiri dari 3 komponen dasar,
yaitu :
1.
Pengarang
Adalah orang yang menciptakan teks. Untuk
mengarang teks pengarang diharuskan mampu mendatangkan kata-kata yang dapat
difahami oleh manusia guna tercapainya tujuan awal yang diinginkan sejak awal.
Setiap pengarang tidak mungkin terlepas
dengan pengaruh social, politik dan budaya dimana si pengarang itu tinggal.
Sehingga teks apapun dalam konteks ini dianggap sebagai sebuah produk budaya.
Studi tentang pengarang tidak luput juga
dari kajian mengenai historis dan latar belakang pengarang, lingkungan dan
kondisi kejiwaanya, semua aspek kehidupanya diteliti sedalam-dalamnya untuk
mendapatkan pemahaman holistic.
2.
Teks
Pesan yang ditulis dan digambarkan dalam
bentuk symbol. Penggunaan symbol dalam teks mengandung makna tertentu. Symbol
suatu teks tak selamanya mengandung satu makna saja terkadang bisa mengandung
makna lain bila penggunaan symbol digunakan di komunitas lain. Misal : symbol
dengan warna bendera putih yang memiliki makna bahwa warna itu menyampaikan berita
tentang kematian manusia. Symbol ini biasa dipakai di Negara kita. Tapi dalam
skala internasional bendera warna putih memiliki makna menyerah dalam
pertarungan.
3.
Pembaca teks
Hal yang dituntut seorang hermenet adalah
melakukan kajian kritis untuk mendapatkan pemahaman yang lengkap dan sesuai
dengan tujuan pengarang menulis teks. Hasil penafsiran hermenet dalam
menafsirkan teks juga tidak luput dari factor lingkungan yang disekitarnya,
baik itu factor ekonomi , social dan politik pada waktu itu.
Perbedaan tafsir dan hermeneutika yang paling mendasar
Prof. Dr Wan Muh Noer
Wan Daud, guru besar pemikiran islam di institute Internasional
Pemikiran dan Peradaban Islam ( ISTAC) di Malaysia, menyatakan, “ sesungguhnya
penafsiran Al-qur’an sama sekali tidak boleh disamakan dengan hermeneutika yunani
dengan cara apapun.
Pertama, tidak adanya keyakinan dan kebenaran
teks-teks Bibel menurut pakar Barat sebab tidak ada bukti-bukti materiil yang
meyakinkan dari teks-teks bible yang awal.
Kedua, tidak ada ketetapan-ketetapan dari
penafsiran-penafsiran yang dapat diterima menurut umum, termasuk didalamnya
tidak adanya tradisi seperti ijma’ dan mutawatir sebagaimana kondisi umat
islam.
Ketiga, tidak ada sekumpulan manusia yang hafal
teks-teks yang hilang dan dilupakan selama perjalanan sejarah.
Keempat, tiga permasalahan tersebut sama sekali tidak
ditemukan dalam tradisi peradaban islam.
( Salim Fahmi.
kritik terhadap studi alqur’an kaum liberal, hlm.80 )
Tokoh hermenet islam dan hasil pemikiranya
Perkembangan hermeneutika yang meluas pada abad 19 dan 20
didunia barat sampai juga ke dunia islam. Saking kuatnya banyak dari pemikir
islam yang beranggapan bahwa penggunaan hermeneutika saat ini sangatlah relevan
untuk memecahkan masalah kekinian. Dan
kitab suci umat islam saat ini banyak sekali persoalan persoalan yang tidak
relevan dengan perkembangan masa. Singkatnya menurut mereka alqur’an perlu
untuk ditafsirkan ulang agar sampai kepada makna yang sesungguhnya ketika
alqu’ran itu diturunkan.
1. Muhammad Arkoun
Arkoun berasal dari
Aljazair Afrika Utara yang kini berada di eropa. Dia sangat mendukung sekali
untuk penerapan metodologi studi Al-qur’an dengan menggunakan hermeneutika. dan
menyayangkan juga jika sarjana muslim tidak mau mengikuti jejak kaum
Yahudi-Kristen.
Studinya menggunakan
hermeneutika menghasilkan pemikiran bahwa Mushaf Utsmani tidak lain hanyalah
hasil social dan budaya masyarakat yang dijadikan “tak terfikirkan” disebabkan
semata-mata kekuatan dan pemaksaan penguasa resmi. Dan mencapai pemakaian
liberal dengan dekonstruksi konsep teks kitab suci. Melalui pendekatan
historisitas.
2. Nashr Hamid Abu Zayd
Tokoh
berkebangsaan Mesir yang telah divonis murtad oleh Mahkamah Agung Mesir 1996.
Hermenet yang terkenal dengan studinya mengunakan pendekatan teks sastra. Hasil
pemikiranya yang terkenal yaitu pendapatnya bahwa teks ilahi yang berasal dari
langit yang diturunkan kepada Nabi telah berubah menjadi teks manusiawi karena
telah berubah dari tanzil menjadi takwil. Produk ijtihadnya yang menyimpang
lainya adalah dia mempercayai bahwa jin dan syetan adalah sebuah mitos.
Selain kedua tokoh diatas ada juga
Fazlur Rahman yang harus hengkang dari Pakistan ke Chicago Amerika, guru
Nurcholish Madjid yang mempunyai metodelogi hermeneutika serupa dengan Muhammad
arkon yaitu pendekatan historisitas terhadap teks.
Di
Indonesia faham ini diajarkan untuk kalangan para mahasiswa muda yang belajar
di perguruan tinggi islam, seperti uin Yogyakarta dan paramadina yang dianggap
sekolahnya para jebolan JIL ( Jaringan Islam Liberal ). Dan justru anehnya para
pemikir islam dewasa ini banyak yang berbondong -bondong mempelajari sekaligus
menggunakan metode ini untuk digunakan dalam pengkajian studi Alqur’an. Seolah
tidak yakin lagi dengan tafsirnya umat islam. Sebagian mereka berfikir tafsir
islam memiliki metodologi yang baku yang tidak bisa memberikan ruang bebas untuk
berfikir secar lebih mendalam. Oleh karena itu penerapan hermeneutika menjadi
sangat dibutuhkan saat ini dan sebagai upaya menghindari kejumudan pemikiran di
kalangan pemikir islam.
Hasil konkret pemikiran akibat
mengusung hermeneutika ini diantaranya melahirkan buku Fiqiih Lintas Agama
terbitan paramadina dan juga Kompilasi Hukum Islam.
Contoh penerapan hermeneutika
untuk studi teks Al-qu’an
1. Penafsiran yan sembrono dari pada surat Al-Maidah ayat 90 :
}}يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ
وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ{{
Artinya : “
wahai oran-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, ( berkurban
untuk ) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji
dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
beruntung”.
Menurut pengusung
hermeneutika dalam ayat ini secara teksnya memang menunjukkan arti pengharaman
untuk meminum khamr namun secara kontekstual ayat ini sesungguhnya tidak
mengharamkan khmr karena Negara arab udaranya sangatlah panas sehingga apabila
suatu Negara itu udaranya sangatlah dingin dan bisa dijadikan untuk obat maka
dalam hal ini khmr tidaklah haram untuk dikonsumsi.
2. Penafsiran ngawur seorang musyda mulya pada surat Al-Mumtahanah
ayat 10 :
}}يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ
مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ ۖ اللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ ۖ فَإِنْ
عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا
تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ ۖ لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلَا هُمْ
يَحِلُّونَ لَهُنَّ ۖ وَآتُوهُمْ مَا أَنْفَقُوا ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ أَنْ
تَنْكِحُوهُنَّ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ ۚ وَلَا تُمْسِكُوا بِعِصَمِ
الْكَوَافِرِ وَاسْأَلُوا مَا أَنْفَقْتُمْ وَلْيَسْأَلُوا مَا أَنْفَقُوا ۚ
ذَٰلِكُمْ حُكْمُ اللَّهِ ۖ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ ۚ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ{{
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang
berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji
(keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka;maka jika
kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu
kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada
halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula
bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang telah
mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada
mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan)
dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah
kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar.
Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى
الْكُفَّارِ
pada ayat ini menunjukkan
pengharaman kepada muslimah untuk menikah dengan orang kafir secara teksnya.
Namun secara kontekstual ayat menunjukkan makna bahwa pengharaman tersebut
karena umat islam pada waktu itu dalam kondisi perang. Sedangkan sekarang sudah
tidak pada zaman perang lagi sehingga tidak mengapa seorang muslimah menikah
dengan laki-laki non muslim.
Sumber
bacaan :
1.
Metodelogi Bibel dalam studi Al-qur’an karya
Adnin Armas, M.A
2.
Kritik terhadap studi Al-Qur’an kaum Liberal
karya Fahmi Salim, M.A
3.
Wajah peradaban barat karya Adian Husaini
4.
Beberapa situs internet
Komentar