بسم الله الرحمن الرحيم
Kaidah Fikih :
الوجوب معلق بالإستطاعة
Qowaid Fiqhiyyah telah disepakati menduduki kedudukan ke dua dalam disiplin ilmu syar’i setelah ushul fiqh. Dengan berpegang kepada rambu-rambu yang tertata didalamnya diharapkan kepada tholibul ilmi dan ikhwah sekalian akan lebih bisa sistematis dalam mengambil kesimpulan hukum atas suatu masalah dan menggolongkan masalah pada satu lingkup kaidah besar yang nanti dicabangkan pada kaidah-kaidah lainnya.
Ada sebuah ungkapan :
من راعى الأصول كان حقيقا بالوصول. و من راعى القواعد كان حليقا بإدراك المقاصد
Maka dari itu sudah selayaknya bagi kita yang mengaku sebagai tholibul ilmi untuk dituntut memahami 2 hal yaitu ushul atau dasar-dasar. Dan qawaid atau kaidah-kaidah yang terbentuk dari ushul itu tadi.
Lanjut.
Sebelum memahami makna kaidah diatas secara rinci maka kiranya perlu kami jelaskan makna bahasa dari setiap kata kaidah diatas.
الوجوب
kewajiban (Setiap apa-apa yang ditinggalkan akan mendapat hukuman)
(Al-Wadhih Fii Ushulil Fiqh 1/124)
معلق
dihubungkannya sesuatu dengan sesuatu yang lebih tinggi.
(Mu’jam Maqoyis Al-Lughoh Li Ibni Faris . Daar Ihya’ul Kutub Al-‘Arabiyyah)
الإستطاعة = القدرة على الشيء
(Lisaanul ‘Arab)
Baik. Jadi secara istilah makna Kaidah diatas adalah :
إن التكليف بأحكام الشرعية لا يلزم الإنسان و لا يجب عليه إلا إذا كان مستطيعا قادرا على فعله
(Qowaid Wa Dhowabit Fiqh Ad-Da’wah Lii Syaikhil Islam Ibn Taimiyyah. Hal 131)
Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah Al-Harani Rahimahullah menyebut kaidah diatas dengan berkata :
“الوجوب بحسب الإمكان"
(Majmu’ Al-Fataawa 9:225)
Seluruh amalan yang dibebankan kepada kita mengharuskan adanya kemampuan untuk melakukannya. Maka tidak mungkin bagi seorang mukallaf untuk mentaati atau mengerjakan sebuah amalan kecuali ia mempunyai kemampuan untuk melakukannya . dalam hal ini, kemampuan terdiri dari 2 macam :
1. Mampu dalam ilmu, artinya memiliki peluang untuk mendapatkan ilmu yang jalan dan metodenya sudah banyak tersebar.
Berkata Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah Al-Harrani Rahimahullah :
التكليف مشروط بالتمكن من العلم والقدرة فلا يكلف العاجز عن العلم ما هو عاجز عنه والناسي والمخطىء كذلك لكن إذا تجدد له قدرة على العلم صار مأمورا بطلبه وإذا تجدد له العلم صار مأمورا حينئذ باتباعه
(Jami’ Ar-Rasaail. Ibn Taimiyyah 1:240)
2. Mampu dalam amal, artinya jika telah sampai ilmu yang kuat dan kemampuan yang sempurna maka wajib bagi mukallaf untuk mengerjakan dan mematuhi (beban syariat) tersebut. Namun jika salah satu dari keduanya belum terpenuhi , maka dalam hal ini tidak boleh (dicela) ataupun (direndahkan).
Aku berkata : Maka menurut hemat kami, salah satu kesimpulan yang bisa kita ambil dari kaidah diatas dgn (sepengetahuan kami yang masih jauh dari kata sempurna) adalah bahwasanya jika kita lemah dengan ilmu maka lakukanlah amalan sesuai kemampuan atau takaran ilmu yg ada. Begitu juga jika kita lemah dalam kemampuan maka lakukanlah perintah sesuai kadar kesanggupannya. Karena sesungguhnya Kewajiban itu bergantung kepada kemampuan masing-masing individu dalam menjalankannya.
Adi Rahman Hakim
Internatioanl Islamic Call College, Tripoli, Libya .
Komentar