
Oleh : Immas Redeon
Sabtu, 22 Agustus 2020
Beberapa waktu lalu dunia digegerkan oleh manuver yang dilancarkan Turki dengan mengalih-fungsikan Hagia Sophia, bangunan bersejarah yang terletak di kota Istanbul (dulu Konstantinopel) menjadi Masjid. Aksi ini memantik polemik sekaligus pro dan kontra. Pengalih-fungsian ini resmi diberlakukan menyusul putusan Pengadilan Admistrasi Utama Turki.
Sejarah Hagia Sophia
Hagia Sophia berasal dari bahasa Latin dan Yunani `SANCTA SOPHIA` yang berarti `Tempat Suci Tuhan (Turki : Aya Sofya). Fungsi Hagia Sophia berganti-ganti sesuai dengan kebijakan pemerintahan yang berkuasa. Setidaknya ada empat fase ;
Era Byzantium
Hagia Sophia berasal dari bahasa Latin dan Yunani `SANCTA SOPHIA` yang berarti `Tempat Suci Tuhan (Turki : Aya Sofya). Fungsi Hagia Sophia berganti-ganti sesuai dengan kebijakan pemerintahan yang berkuasa. Setidaknya ada empat fase ;
Era Byzantium
Kaisar Konstantinus I merupakan orang yang pertama kali membina pondasi Hagia Sophia yang kala itu dibangun untuk Kuil Pagan (penyembah dewa) pada tahun 325 SM. Pada tahun 360 SM, Kaisar konstatinus II yang beragama kristen mengubah kuil ini menjadi Gereja Ortodoks. Ini adalah pengalih-fungsian pertama dalam sejarah. Selanjutnya, Hagia Sophia mengalami pelbagai peristiwa penting dan pasang surut politik Dinasti Byzantium hingga pernah terbakar pada masa Kaisar Arkadios, juga pernah hancur berat akibat kerusuhan besar yang melanda di Konstatinopel. Tahun 532 M, Kaisar Justinian I kembali membangun dan menata ulang Hagia Sophia. Para ahli sejarah sepakat pada masa inilah fondasi Hagia Sophia yang masyhur itu didirikan.
Era Ottoman
Tatkala Sultan Mehmed I menaklukan Konstatinopel, status Hagia Sophia dikonversi menjadi masjid.Pengalih-fungsian ini membuat Hagia Sophia mengalami pemugaran besar-besaran. Berbagai corak keislaman ditambah. Mulai dari mihrab, dan empat menara besar dibangun untuk mengumandangkan adzan. Tulisan maupun simbol-simbol kekristenan diplester dan ditutupi dengan kaligrafi kalimat suci qu’ran. Era ini, Hagia Sophia lebih sekedar sebagai masjid melainkan juga sebagai simbol kebesaran Kekaisaran Ottoman yang bertahan 482 tahun.
Era Mustafa Kemal Attaturk
Setelah Dinasti Ottoman runtuh, pendiri sekaligus presiden sekuler pertama Turki Mustafa Kemal Attaturk kembali mengkonversi Hagia Sophia untuk ketiga kalinya menjadi museum. Restorasi besar-besaran dilakukan, termasuk plester ornamen yang dibangun pada masa sebelumnya dibuka. Pada masa ini juga Hagia Sophia diakui sebagai salah satu warisan dunia oleh UNESCO.

Keterangan Foto : Ornamen Kristen peninggalan era Byzantium yang masih melekat di dinding Hagia Sophia hingga kini. (Sumber Foto : Muhammad Qul Kurniawan)
Era Reccep Tayyip Erdogan
Pada tanggal 10 juli 2020, oleh Presiden Reccep Tayyip Erdogan, status Hagia Sophia dikembalikan fungsinya menjadi masjid. Pengalih-fungsian ini resmi diberlakukan menyusul putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Administrasi Utama Turki. Pada tanggal 24 juli dibulan yang sama, Hagia Sophia resmi menjadi masjid ditenggarai dengan sholat jumat berjama’ah pertama yang dihadiri oleh Erdogan dan para pejabat penting Turki lainnya.
Tatkala Sultan Mehmed I menaklukan Konstatinopel, status Hagia Sophia dikonversi menjadi masjid.Pengalih-fungsian ini membuat Hagia Sophia mengalami pemugaran besar-besaran. Berbagai corak keislaman ditambah. Mulai dari mihrab, dan empat menara besar dibangun untuk mengumandangkan adzan. Tulisan maupun simbol-simbol kekristenan diplester dan ditutupi dengan kaligrafi kalimat suci qu’ran. Era ini, Hagia Sophia lebih sekedar sebagai masjid melainkan juga sebagai simbol kebesaran Kekaisaran Ottoman yang bertahan 482 tahun.
Era Mustafa Kemal Attaturk
Setelah Dinasti Ottoman runtuh, pendiri sekaligus presiden sekuler pertama Turki Mustafa Kemal Attaturk kembali mengkonversi Hagia Sophia untuk ketiga kalinya menjadi museum. Restorasi besar-besaran dilakukan, termasuk plester ornamen yang dibangun pada masa sebelumnya dibuka. Pada masa ini juga Hagia Sophia diakui sebagai salah satu warisan dunia oleh UNESCO.

Keterangan Foto : Ornamen Kristen peninggalan era Byzantium yang masih melekat di dinding Hagia Sophia hingga kini. (Sumber Foto : Muhammad Qul Kurniawan)
Era Reccep Tayyip Erdogan
Pada tanggal 10 juli 2020, oleh Presiden Reccep Tayyip Erdogan, status Hagia Sophia dikembalikan fungsinya menjadi masjid. Pengalih-fungsian ini resmi diberlakukan menyusul putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Administrasi Utama Turki. Pada tanggal 24 juli dibulan yang sama, Hagia Sophia resmi menjadi masjid ditenggarai dengan sholat jumat berjama’ah pertama yang dihadiri oleh Erdogan dan para pejabat penting Turki lainnya.
Pengalih-fungsian kembali ini banyak menuai reaksi internasional. Mayoritas negara-negara semenanjung Arab & negara muslim Asia mendukung aksi berani ini, sedang negara-negara Balkan dan beberapa negara eropa mengecam tindakan ini termasuk yang paling getol Yunani & Roma, kedua negara yang sejak dulu berkaitan spiritual langsung dengan sejarah Hagia Sophia.
Menurut penulis, pengalih-fungsian situs bersejarah adalah hak preogratif negara bersangkutan. Bahkan negara yang mengintervensi kebijakan negara terkait bisa digolongkan “ikut campur masalah rumah tangga orang lain”, kecuali bila kebijakan tersebut melanggar Hak Asasi Manusia. Bila tidak, maka dunia internasional harus menghormati pilihan negara tersebut dalam mengelola kekayaan budayanya. Meski telah berubah fungsinya menjadi masjid, Hagia Sophia tetap terbuka untuk umum dan turis lintas agama dari seluruh dunia.
Pengalih-fungsian ini juga merupakan langkah heroik abad ini. Turki telah memberi “sentilan” bagi negara-negara mayoritas Islam agar lepas dari hegemoni barat yang telah lama mengakar kuat. Keberanian Turki ini layaknya simbol kebangkitan islam, setelah sekian lama tertidur nyenyak dalam peraduan. Meski begitu, diakui atau tidak, pengalih-fungsian ini sangat sarat dengan kepentingan politik. Ya, politik identitas. Indentitas Islam yang akan bangkit Kembali. Bravo Turki !
Sumber : tirto.id, tempo.co, Britannica, Hystori.
Menurut penulis, pengalih-fungsian situs bersejarah adalah hak preogratif negara bersangkutan. Bahkan negara yang mengintervensi kebijakan negara terkait bisa digolongkan “ikut campur masalah rumah tangga orang lain”, kecuali bila kebijakan tersebut melanggar Hak Asasi Manusia. Bila tidak, maka dunia internasional harus menghormati pilihan negara tersebut dalam mengelola kekayaan budayanya. Meski telah berubah fungsinya menjadi masjid, Hagia Sophia tetap terbuka untuk umum dan turis lintas agama dari seluruh dunia.
Pengalih-fungsian ini juga merupakan langkah heroik abad ini. Turki telah memberi “sentilan” bagi negara-negara mayoritas Islam agar lepas dari hegemoni barat yang telah lama mengakar kuat. Keberanian Turki ini layaknya simbol kebangkitan islam, setelah sekian lama tertidur nyenyak dalam peraduan. Meski begitu, diakui atau tidak, pengalih-fungsian ini sangat sarat dengan kepentingan politik. Ya, politik identitas. Indentitas Islam yang akan bangkit Kembali. Bravo Turki !
Sumber : tirto.id, tempo.co, Britannica, Hystori.
Komentar