ARTIKEL KEMERDEKAAN TETAP MERDEKA

 TETAP MERDEKA

Muhammad Akhdan Muzakki

PROKLAMASI

Kekalahan Jepang dari sekutu meluapkan gairah merdeka golongan muda.

Dengan idealisme tinggi, mereka menculik soekarno dan Hatta demi inisiasi

penyegeraan proklamasi, yang akhirnya kita kenal dengan Peristiwa

Rengasdengklok.

“Idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda”

kutipan Tan Malaka itu seolah menjadi wujud kesadaran tulen terhadap peran

pemuda dalam proklamasi, tentang tekad kuat yang naif untuk mencuri “garis

start” kemerdekaan. Namun karenanya, Indonesia merdeka pada 17 Agustus

1945.

KAMI BANGSA INDONESIA

“Belum selesai” mungkin adalah pesan yang coba disampaikan Soe Hok

Gie dalam Metaforanya, “Kemerdekaan adalah sebuah mimpi yang menjadi

kenyataan, namun juga sebuah gedung yang kosong. Menjadi tugas

pendukungnya untuk mengisi kemerdekaan.” Sebagai penyadaran bahwa

perjuangan tidak berhenti pada proklamasi, tugas mengisi kemerdekaan masih

menanti hingga esok hari.

Merdeka sendiri bukanlah titik transisional dari kolonialisme ke

independen. Merdeka adalah air swatantra yang mengalir di dalam sungai

kebebasan berhulu proklamasi. Hilirnya? Tidak ada, sepanjang rakyat tetap

menjaga kedaulatan negaranya. Maka peran rakyat tidak boleh berhenti, terlebih

tugas implementasi Pancasila sebagai pedoman hidup berbangsa dan bernegara.

Pertama, Prinsip pancasila tidak lepas dari prinsip agama yang merupakan

hal kodrati manusia sebagai homo religiosus. Prinsip agama atau olah batin

sepatutnya bermuara pada peningkatan spiritualitas dan religiusitas. Maka

silogismenya, prinsip Pancasila hendaknya dapat meningkatkan daya spiritualitas

dan religiusitas manusia.

Olah batin bukanlah praktek keagamaan yang kaku dan sempit, sekadar

formalitas dan ritual, seperti fenomena yang disebut “Agama Budaya” oleh Phil

Zuckerman dalam Masyarakat Tanpa Tuhan (2018), “fenomena masyarakat yang

teridentifikasi dengan tradisi keagamaan historis, dan terlibat dalam praktek

keagamaan pura-pura, tanpa mempercayai kadar supranatural di dalamnya”. Olah

batin terjadi, saat seseorang meyakini agamanya berdasarkan pengetahuan yang

kuat.

Kedua, Menurut Soekarno, Pancasila dapat dirangkum menjadi satu kata

kunci representatif, yaitu: “Gotong Royong”. Bukan sekadar usaha kooperatif,

tapi mencakup visi welas asih di setiap ruas kehidupan, sekaligus menjadi sumur

moral dengan air persatuan. Sebagai penempuh pendidikan islam, sudah

sepatutnya prinsip tersebut telah dipahami dengan baik, seirama Firman Allah

SWT dalam Surat Al-Maidah (5) di akhir ayat ke-2 dan Surat Al-Hujurat (49) ayat

ke-10.

MENYATAKAN KEMERDEKAAN INDONESIA

“Sejak kapan kalian memperbudak manusia, sedangkan ibu-ibu mereka

melahirkan mereka sebagai orang-orang merdeka.” (Umar Ibnu Khattab dalam

kitab Al-Wilayah ‘alal Buldan fi ‘Ashril Khulafair Rasyidin). Merdeka adalah hak

setiap insan, kedua poin di atas cukuplah menjadi pilar bangsa agar “tetap

merdeka”, maka mempertahankannya menjadi bagian dari tugas kita, Rakyat

Indonesia.

Salam hangat, pemuda merdeka.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENDAFTARAN | Program Beasiswa Islamic Call College, Libya | S1, S2, S3 | 2023

𝐏𝐞𝐧𝐝𝐚𝐟𝐭𝐚𝐫𝐚𝐧 𝐈𝐧𝐭𝐞𝐫𝐧𝐚𝐭𝐢𝐨𝐧𝐚𝐥 𝐈𝐬𝐥𝐚𝐦𝐢𝐜 𝐂𝐚𝐥𝐥 𝐂𝐨𝐥𝐥𝐞𝐠𝐞 𝐋𝐢𝐛𝐲𝐚 𝐓𝐞𝐥𝐚𝐡 𝐝𝐢𝐛𝐮𝐤𝐚 !

Materi Marhala Dasar, Belajar Bahasa Arab KKMI Libya Via WhatsApp