Perang Suci dan Pengkhianatan Khariji
Source : Unsplash
Ketika Daulah Ubaidiyyah (Syiah) memasuki kawasan Maghrib, mereka
mulai melakukan pelanggaran-pelanggaran diin yang amat nyata, mereka
menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Merubah-rubah syariat
dengan hawa nafsu mereka. Beberapa bentuk penyelewengan mereka adalah sebagai
berikut :
1. Melarang sunnah-sunnah yang
mutawatir dan masyhur dan menambah-nambah sesuatu yang baru didalamnya ,
seperti menambahkan lafadz "حي على الخير
العمل" dalam adzan. Hal ini diriwayatkan dari salah seorang muadzin
salah satu masjid pada saat itu yang bernama ‘Arus –Rahimahullah- dia menyaksikan beberapa orang syiah yang
tidak menggunakan lafadz diatas dalam adzan lalu di potong lidahnya kemudian
diletakkan diantara 2 matanya, diarak keliling Qairawan lalu dibunuh dengan
tombak. Riwayat lain mengatakan dibunuh dengan alat pemecah batu (Lihat
Riyadhun Nufus, Juz 2, Hal 156).
Dibalik ini para ulama menyadari makar
ubaidiyyin yang sangat menjijikan yaitu ingin mengosongkan masjid dari kaum
muslimin, maka saat itu untuk menghindari mafsadat yg lebih besar –yakni
kosongnya masjid dari jamaah kaum muslimin- maka dengan terpaksa mereka
melakukan adzan dengan tambahan lafadz diatas. Diantara ulama yang menyadari
makar ubaidiyyin adalah Abul Hasan ‘Ali bin Muhammad Bin Masrur Al-Abdi
Ad-Dabbagh –Rahimahullah- (Wafat 359 H). Dan dia berkata :
“تمادوا على الأذان على سنته، في أنفسكم. فإذا فرغتم فقولوا: حي على
خير العمل. فإنما أراد بنو عبيد خلاء المساجد، لفعلكم هذا - وأنتم معذورون - خير
من خلاء المساجد”
"Tetaplah kalian melanjutkan
adzan sesuai sunnahnya. Jika kalian sudah menyelesaikannya maka baru katakanlah
“Hayya Ala Khairil ‘Amal”. Karna sungguh Bani Ubaid ingin mengosongkan masjid
–dari jamaah-. Dan sungguh perbuatan kalian ini lebih baik daripada kosongnya
masjid, dan kalian adalah orang-orang yang di udzur.” (Lihat Tartibul Madarik,
Juz 6, hal. 260)
Para syiah laknat ini juga melarang kaum muslimin untuk
melaksanakan sholat tarawih dengan sebab yang ma’lum diketahui bahwasanya
keyakinan para syiah –laknatullah alaihim- itu adalah mencela sahabat, dan Umar
Radhiyallahu Anhu adalah yang mencetuskan sholat tarawih ini, maka para syiah
ini tidak mengakui Umar R.A, tidak memuliakannya, bahkan banyak perkataan lebih
buruk bahkan laknat terhadap Umar R.A , -Allahul Musta’an- .
Mereka juga ghuluw terhadap Al-Mahdi hingga menempatkannya
pada derajat sebagai Ilah, mengetahui hal ghaib, mengklaim al-mahdi adalah nabi
. (Lihat Kawakib Durriyah Fii Shiratin Nuriyyah, hal 204-205)
Mereka juga menindas dan membantai siapapun yang
bersebrangan dengan madzhab syiah mereka, lalu melarang berfatwa dengan madzhabnya
Imam Malik dan hanya boleh berfatwa dengan madzhab ahlul bait, sedang yang
tetap teguh pada madzhabnya Imam Malik mereka berfatwa secara diam-diam.
Kejahatan mereka yang lain seperti melarang diadakan ta’lim dengan ushul
ahlussunnah dan semua hal yang berkaitan dgn aqidah, hanya Bahasa arab saja
yang boleh diajarkan. Sampai-sampai para masyaikh Qairawan memberikan ta’limnya
secara sembunyi-sembunyi dirumah-rumah mereka atau dimanapun yang tidak akan
diketahui oleh Bani Ubaid –laknatullah alaihim- .
Dan masih banyak penyimpangan-penyimpangan lain yang mereka
lakukan, namun contoh-contoh diatas sudah cukup membuktikan bahwa mereka telah
kafir . Bahkan ulama ahlussunnah pada saat memfatwakan Kafir bagi orang yang
mengadopsi madzhabnya Bani Ubaid walaupun mereka “Mukroh”.
Ketika datang Ahlu Tarablus dan mereka menyatakan bahwa
mereka masuk kedalam agama Bani Ubaid dalam keadaan ikroh , maka berkata Ibnu
Abi Zaid Al-Qairawani :
"هم كفار لاعتقادهم ذلك"
"Mereka telah kafir sebab keyakinan mereka itu”
(Lihat Ma’alimul Iman, juz 2, hal. 265)
Namun pemilik kitab ma’alimul iman memberikan catatan bahwa
perkataan Abi Zaid ini adalah lebih dekat pada mubalaghoh, sebab untuk
memperingatkan manusia dari kekufuran bani ubaid, dan mereka yang dalam keadaan
ikroh lalu masuk diinnya bani ubaid tidak kafir.
Dari sebab pelanggaran-pelanggaran syariat itulah maka
muncul perlawanan-perlawanan dari kalangan ulama Ahlussunnah dikawasan Maghrib.
Sebenarnya para ulama pada zaman itu telah menfatwakan untuk menyelamatkan diri
ke negara lain, namun hanya sebagian kecil yang pergi, dan mayoritas kaum
muslimin saat itu tetap bertahan, bersabar, melawan, dan berjihad.
Banyak perlawan-perlawan yang dilakukan oleh kaum muslimin
dan para ulama ahlussunnah pada saat itu seperti pengingkaran terhadap segala
macam propaganda syiah, perlawanan dengan cara debat, dan perlawan bersenjata
yakni jihad fii sabilillah .
Kali ini Al-Faqir fokuskan kepada jihad para ulama
ahlussunnah di Maghrib melawan tirani bani Ubaid.
Saat itu, para ulama ahlussunnah merasa tidak cukup untuk
melawan bani ubaid jika hanya dengan pengingkaran dan jidal. Maka berkumpulah
segolongan ulama ahlussunnah untuk mengumpulkan kekuatan dan persenjataan untuk
berjihad melawan tirani bani ubaid. Setelah mereka berunding dan bermusyawarah,
muncullah fatwa wajibnya memerangi bani ubaid , diantara yang hadir dalam
musyawarah itu adalah :
1.
Abu Sulaiman Rabi’ bin
Sulaiman bin ‘Atho Al-Qurasyi An-Naufali atau lebih dikenal dengan Rabi’
Qaththan (Wafat 333 H)
2.
Abul ‘Arob Muhammad bin Tamim
bin Tamam At-Tamimi(wafat 333 H)
3.
Abu Ishaq Ibrahim Bin Ahmad
As-Siba’i (Wafat 356 H)
4.
Abu Abdul Malik Marwan bin
Nashr Al-Khayyath (Wafat 340 H)
5.
Abu Abdillah Muhammad bin
Al-Fath Al-Muaddib (Wafat 334 H)
6.
Abu Muhammad Abdillah bin
Fithis (Wafat 339 H)
7.
Abu Bakr Muhammad bin
Sa’dun Al-Jaziri At-Tamimi (Wafat 344 H)
8.
Abu Hafsh Umar bin Muhammad
bin Masrur Al-‘Assal (Wafat 343 H)
Dan banyak lagi yang lainnya .
Sedangkan ketua dari perkumpulan ini, dan dia adalah orang
yang diambil rujukannya adalah Abu Fadhl ‘Abbas bin ‘Isa bin ‘Abbas Al-Mamisi
(Wafat 333 H). Di dalam daurah ini terjadi perundingan dan perdebatan hebat
untuk menentukan siapa pemimpin dalam perang melawan bani ubaid ini. Kemudian
diputuskanlah seseorang bernama Abu Yazid Mukhlid bin Kaidad, dia adalah
seorang khariji namun dia mengklaim bahwa dia seorang ahlussunnah, memiliki
kekuasaan besar saat itu. Dia pandai menghiasi dirinya dengan taqiyyah, agar
seakan-akan meyakinkan dimata ulama ahlussunnah pada waktu itu.
Namun tidak semua ulama menerima hal ini, ada sebagian dari
mereka menolak untuk keluar bersama Abu Yazid Al-Khariji ini, kecuali setelah
mereka mendengar sebuah hadits yang dikatakan oleh abul arob perihal memerangi
rafidhah. Berkata abul arob :
"يقول عليه الصلاة والسلام فيه : ((يكون
آخر الزمان قوم يقال لهم الرافضة فإذا أدركتموهم فاقتلوهم فإنهم كفار))
“berkata Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam : Akan
muncul di akhir zaman kaum rafidhoh, jika kalian mengetahui mereka, maka
bunuhlah. Karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang kafir.” [1]
Setelah mendengar hadits ini semua yang hadir di perkumpulan
bertakbir dan mengangkat suara mereka tinggi-tinggi hingga mengguncang
sekitarnya pada saat itu.
Maka berkumpulah semua suara. Tidak ada perselisihan dalam
memerangi bani ubaid yang kafir ini. Satu sama lain saling memotivasi dalam
perang suci ini. Salah satu masjid dikota itu digunakan untuk mentasyji dan
melakukan persiapan rohani. Liwa dan Royah diangkat tinggi-tinggi. Rabi’
Qaththan salah seorang panglima sekaligus ulama melihat bendera-bendera jihad
terangkat dengan suka cita dan bahagia, Shaf-shaf mujahidin rapat berjajar
dengan senjata siap ditangan masing-masing junud. Saat itu Rabi’ Qaththan
mengatakan :
"الحمد لله الذي أحياني حتى أدركت عصابة
من المؤمنين اجتمعوا لجهاد أعدائك و أعداء نبيك يا رب"
“Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkanku hingga aku
mengetahui sekelompok kaum mukminin berkumpul untuk berjihad melawan
musuh-musuh-Mu dan musuh-musuh nabi-Mu ya Rabb.”
Berkumpullah para ulama beserta junudnya menuju tempat yang
telah disepakati. Hampir semua kaum muslimin saat itu ikut berperang, kecuali
orang-orang yang lemah. Dan Rabi’ Qaththan dengan gagah perkasa serta peralatan
perang yang lengkap menunggangi kudanya dan menyusur shaf-shaf mujahidin.
Terjadilah perang hebat, para ulama ahlussunnah berada
dishaf-shaf terdepan. Dikatakan pada saat itu para ulama ahlussunnah di uji
dengan ujian yang baik –yaitu jihad melawan bani ubaid-. Jihad mereka
menggambarkan jihadnya salaf dalam melawan musuh-musuh Allah. Dan telah syahid
tidak kurang dari 80 ‘alim, termasuk Rabi Qaththan sendiri –rahimahullah
rahmatan waasi’ah-.
Saat itu hampir para ulama dan kaum muslimin menguasai kota
Mahdiyah, namun saat itu juga pengkhianatan si Khariji dimulai. Maka tersingkap
wujud asli si Khariji abu yazid ini. Dia memerintahkan junudnya untuk
memisahkan diri dari ahlussunnah sehingga mudah bagi musuh untuk membunuh kaum
muslimin saat itu. Si Khariji berkata :
" إذا التقيتم مع القوم فانكشفوا عن أهل
القيروان حتى يتمكن أعدائكم من قتلهم لا نحن فنستريح منهم"
“Jika kalian bertemu kaum, pisahkan diri kalian dari ahlu
qairawan sampai leluasa musuh-musuh kalian untuk membunuh mereka, bukan kita.
Kita mencukupkan diri dari mereka.”
Inilah Khariji Khabits, tujuan dari perbuatannya adalah
berhenti dari perang dengan sangkaan jika mati masyaikh Qairawan dan Imam-Imam
kaum muslimin maka pengikut si khariji ini mendapatkan tamkin dan melakukan
perbuatan yang hanya Allah yang tau apa yang akan dia perbuat.
Namun Allah lah sebaik-baik pembuat makar. Si khariji ini
tidak dibiarkan saja namun Allah binasakan dia dengan junudnya yang semakin
melemah dan sedikit hingga dia dan pengikutnya mati dengan seburuk-buruk
kematian yang terjadi pada 30 Muharram th 336 H.
Perang berlanjut diseluruh penjuru Qairawan dan para syiah
laknatullah dibantai habis-habisan saat itu. Bahkan dibakar dan harta-harta
mereka menjadi ghanimah kaum muslimin.
Aku berkata :
Maka ambilah pelajaran dari kisah ini. Tidak hanya syiah
yang bisa bertaqiyyah, khawarijpun juga mampu bertaqiyyah dengan mengaku
ahlussunnah, maka berhati-hatilah sebab keduanya berbahaya dan kita tidak tahu
apa yang akan dilakukan mereka. Entah membuat makar terhadap ahlussunnah atau
yang lainnya. Allahu a’lam
[1] Lafadz hadits yang tertera berbeda. Saya belum menemukan
hadits diatas namun ada hadits yang semisal, diriwayatkan dari Ali R.A
bahwasannya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
يَظْهَرُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ قَوْمٌ يُسَمَّوْنَ الرَّافِضَةَ
يَرْفُضُونَ الإِسْلامَ
“Akan muncul di akhir zaman sekelompok kaum yang dinamakan
Rafidhah yakni menolak Islam.” (HR. Ahmad)
Allahu A’lam
Adi Rahman Hakim
Komentar